Platform Digital Gambling Capai Penetrasi Tinggi di Ibu Kota, Transaksi Tembus Triliunan Rupiah

PUNGGAWATECH, Jakarta – Teknologi digital telah memungkinkan maraknya aktivitas perjudian online yang mencapai skala masif di wilayah DKI Jakarta. Data terbaru dari lembaga pengawas transaksi keuangan menunjukkan penetrasi platform gambling digital yang mengkhawatirkan di kalangan masyarakat ibu kota.

Analisis big data yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berhasil mengidentifikasi lebih dari 602 ribu pengguna aktif platform judi online dari seluruh wilayah Jakarta Raya sepanjang 2024. Volume transaksi digital yang tercatat mencapai angka fantastis Rp 3,12 triliun melalui 17,5 juta kali aktivitas pembayaran elektronik.

“Sistem monitoring digital kami berhasil mendeteksi 602.419 individu dari lima kota administratif dan satu kabupaten di DKI Jakarta yang terlibat dalam ekosistem gambling online periode 2024,” ungkap Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Sabtu (26/7/2025).

Temuan yang lebih mengejutkan adalah keterlibatan 15.033 penerima program bantuan sosial pemerintah dalam aktivitas digital gambling ini. Kelompok yang seharusnya menjadi sasaran program kesejahteraan sosial justru menggunakan teknologi finansial untuk mengakses platform perjudian online.

Berdasarkan tracking sistem pembayaran digital, kelompok penerima bantuan sosial ini mencatatkan transaksi senilai Rp 67 miliar melalui hampir 400 ribu kali aktivitas transfer elektronik selama setahun penuh.

Platform-platform gambling online memanfaatkan kemudahan akses internet dan sistem pembayaran digital untuk memperluas jangkauan pasar mereka. Teknologi enkripsi dan gateway pembayaran memungkinkan transaksi berlangsung dengan relatif aman dari deteksi konvensional.

PPATK mengakui bahwa pemetaan geografis detail distribusi aktivitas gambling digital di Jakarta masih dalam tahap pengembangan. Namun, fenomena ini menandai urgensi pengembangan sistem monitoring teknologi yang lebih canggih untuk mengendalikan ekonomi digital ilegal dan memastikan efektivitas program bantuan sosial berbasis teknologi.

Kasus ini menjadi cermin bagaimana teknologi digital dapat menjadi pedang bermata dua – memudahkan inklusi keuangan namun sekaligus membuka celah bagi aktivitas ekonomi yang tidak diinginkan.

Tinggalkan Balasan