Rusia Siap Blokir WhatsApp, Gantikan dengan Aplikasi Pesan Buatan Sendiri

PUNGGAWATECH, MOSKOW– Pemerintah Federasi Rusia tengah mempersiapkan langkah drastis dengan memblokir layanan WhatsApp yang digunakan oleh miliaran pengguna di seluruh dunia. Sebagai gantinya, negara berpenduduk 146 juta jiwa itu akan meluncurkan platform komunikasi digital bernama MAX yang dikembangkan di dalam negeri.

Rencana pembatasan terhadap aplikasi milik Meta ini disampaikan oleh seorang legislator yang membidangi teknologi informasi di parlemen Rusia. Dia menegaskan bahwa WhatsApp akan dimasukkan ke dalam daftar aplikasi yang dibatasi aksesnya sebagai bagian dari strategi mengurangi dependensi terhadap teknologi asing.

Kebijakan ini melanjutkan serangkaian pembatasan yang telah diterapkan Moskow terhadap platform media sosial Barat. Sebelumnya, Facebook dan Instagram telah dilarang beroperasi di Rusia sejak tahun 2022 menyusul invasi ke Ukraina.

Presiden Vladimir Putin dilaporkan telah mengesahkan regulasi pengembangan aplikasi MAX pada bulan sebelumnya. Platform komunikasi baru ini dirancang untuk terintegrasi dengan berbagai layanan pemerintahan elektronik.

Saat ini, WhatsApp menguasai sekitar 68 persen pangsa pasar aplikasi pesan instan di Rusia. Namun, pejabat setempat optimis MAX dapat merebut porsi yang lebih besar jika WhatsApp benar-benar dihapus dari negara tersebut.

Alasan Keamanan Nasional

Anton Nemkin, anggota komite teknologi informasi parlemen Rusia, menilai WhatsApp sebagai potensi risiko bagi keamanan nasional. Argumentasi serupa pernah digunakan Amerika Serikat dalam upayanya membatasi TikTok di wilayah mereka.

Bersamaan dengan rencana pemblokiran ini, pemerintah Rusia juga mengamendemen undang-undang yang memungkinkan pengenaan sanksi finansial hingga 5.000 rubel (sekitar Rp1,1 juta) bagi warga yang mengakses konten yang dilarang, termasuk akun-akun oposisi politik.

Langkah ini bahkan menuai kritik dari kalangan yang umumnya mendukung pemerintah, seperti Margarita Simonyan, seorang eksekutif media yang berafiliasi dengan negara.

YouTube Juga Terdampak

Platform video YouTube turut merasakan dampak kebijakan pembatasan internet Rusia. Jumlah pengguna harian YouTube di negara itu anjlok drastis dari 40 juta pada pertengahan 2024 menjadi kurang dari 10 juta akibat pembatasan kecepatan akses.

Google, perusahaan induk YouTube, bahkan dijatuhi denda dalam jumlah yang fantastis senilai $2,5 desiliun oleh pengadilan Rusia pada Oktober tahun lalu. Konflik bermula dari denda 100.000 rubel (Rp22 juta) pada 2020 karena YouTube membatasi akses beberapa akun tertentu.

Ketika Google menolak membayar denda tersebut, pengadilan memutuskan untuk menggandakan nilai denda setiap minggu selama empat tahun. Situasi semakin rumit setelah Google menutup layanan AdSense dan membatasi registrasi pengguna baru di Rusia.

Tren Global Pembatasan Platform Digital

Kebijakan Rusia ini sejalan dengan tren global di mana berbagai negara mulai membatasi akses terhadap platform digital asing. India sebelumnya telah melarang TikTok, sementara Amerika Serikat memblokir aplikasi DeepSeek.

Melalui pengembangan MAX, Rusia berupaya membangun ekosistem digital yang mandiri dan tidak bergantung pada teknologi luar negeri. Namun, proses transisi dari WhatsApp yang sudah mengakar kuat di masyarakat diprediksi tidak akan berjalan mulus.

Pengalaman serupa pernah terjadi ketika beberapa negara melarang BlackBerry Messenger (BBM), yang menunjukkan bahwa mengganti aplikasi komunikasi yang sudah mapan bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Langkah Rusia ini mencerminkan upaya yang lebih luas untuk menciptakan kedaulatan digital di tengah ketegangan geopolitik yang berkelanjutan dengan negara-negara Barat.

Tinggalkan Balasan